Sejarah perkembangan tari Bedhaya Ketawang

Tari Bedhaya Ketawang



 perkembangan tarian:  
Bedhaya berasal dari bahasa Sanskerta budh yang berarti pikiran atau budi. Dalam perkembangannya kemudian berubah menjadi bedhaya atau budaya. Penggunaan istilah tersebut dikarenakan tari bedhaya diciptakan melalui proses olah fikir dan olah rasa. Pendapat lain menyatakan bahwa bedhaya berarti penari kraton, sedangkan ketawang berarti langit atau angkasa. Jadi bedhaya ketawang berarti tarian langit yang menggambarkan gerak bintang-bintang, sehingga gerakan para penarinya sangat pelan.   
     Tari Bedhaya Ketawang sejalan dengan pemahaman mitos yang berlaku di ling-kungan tradisi Jawa, disakralkan merupakan pelestarian hubungan mistis antara keturunan Panembahan Senopati sebagai Raja Mataram baru yang pertama, dengan penguasa Laut Selatan, yaitu Kanjeng Ratu Kidul atau juga disebut Kanjeng Ratu Kencana Sari. (Sudibyo Z H 1980 : 103-106)
     Seperti pengertian yang berlaku umum di Asia Tenggara mengenai kesejahteraan antara mikrokosmos dan makrokosmos berusaha mencari keselarasan kehidupan dengan makrokosmos atau jagad raya. Keseimbangan ini untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran kerajaan. (Geldern 1972 : 25)
     Tari Bedhaya Ketawang di Surakarta dalam tradisi setempat dipercaya sebagai karya Sultan Agung dengan Kanjeng Ratu Kidul Kencana Sari. Para penari yang dipilih untuk menarikan Bedhaya Ketawang ialah para putri nayaka wolu (delapan pejabat istana) dan seorang putri patih Mataram, sebagai pimpinan atau sebagai penari batak dalam bedhaya. (Hadiwijaya 1981 : 16)  
     Tari Bedhaya Ketawang bukan seni pertunjukkan yang ditontonkan melainkan sebagai sarana legitimasi kekuasaan raja dan olah semedi, dalam arti selama upacara berlangsung semua yang hadir tidak diperbolehkan makan, minum, dan juga merokok. (Hadiwijaya 1971:12)
     Tari Bedhaya Ketawang bisa dikatakan sebagai alat kebesaran raja termasuk di dalam kelompok pusaka yang dapat dipergunakan untuk menunjukkan adanya keturunan Panembahan Senopati dengan makhluk halus (Kanjeng Ratu Kidul beserta bala tentaranya) yang memiliki kekuatan gaib. (Nora 1993:18)
     Pada abad XVIII, tari bedhaya merembes keluar istana. Untuk menjaga kewibawaan istana, maka raja mengeluarkan peraturan yang ditujukan kepada para Adipati, Bupati, dan Wedana bahwa: tari bedhaya yang diselenggarakan atau dipergunakan di luar istana hanya diperke-nankan tari bedhaya tujuh orang, dan bukan sembilan orang seperti di is¬tana. (Transliterasi Wrekso Pustoko Mangkunegaran; 1982:10)
     Perkembangan tari bedhaya di luar istana sangat pesat pada perte-ngahan abad XVIII. Bupati Panaraga antara tahun 1745-1755, tercatat pernah memiliki tari bedhaya sejumlah tujuh pasang. (Soeryadiningrat; 1934:10)
     

MASIH ADA APA TIDAK TARIAN BEKHAYA KATAWANG ?..

Tari bedhaya yang dikenal yang dikenal sejak Kerajaan Mataram, terus berkembang hingga sekarang mempunyai bermacam-macam versi mengenai penciptaannya.








Komentar

Postingan Populer